Saturday, 9 May 2015

Sejarah Bani Ahmar dan Kehancuran Islam Di Spanyol

BAB I
PENDAHULUAN

Sudah tentu kita tahu dan sejenak akan terperangah bila mendengar kalimat “Istana al-Hambra”, istana megah, ingah, penuh dengan bunga-bunga, dan bahkan banyak orang yang menganggapnya sebagai surga dunia. Istana megah itu merupakan istana yang mungkin adalah istana termegah yang pernah dibangun oleh ummat Islam. Istana tersebut dibangun antara tahun  1238-1358 M di daerah Granada (sekarang Bukit La Sabica) Andalusia.
Jika kita mengerti sejarah pasti kita membayangkan siapa yang membuat Istanah megah tersebut, dari catatan tahun dan tempat dimana Istana berada maka kita pasti sudah mempunyai siapa yang membuatnya. Siapa lagi kalau bukan Bani Ahmar, atau yang sering dikenal dengan sebutan Bangsa Moor dari Afrika.
Bani Ahmar ini dikenal sebagai penguasa terakhir ummat Islam di Spanyol (Andalusia), kekuasaannya berakhir karena adanya konflik internal yang kemudian memicu adanya serangan dari kerajaan Kristen. Oleh sebab itulah Bani Ahmar terpaksa menyerah dan harus benar-benar mengakhiri kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya.


Setelah runtuhnya dinasti Muwahidun dan Murabbitun kekuasaan Islam di Andalusia kian hari kian menipis dan semakin terhimpit oleh kekuasaan orang-orang Kristen, Granada adalah harapan terakhir ummat Islam di Andalusia. Tentu saja dengan hanya menguasai Granada, wilayah yang tidak begitu luas itu membuat ummat Islam sangat kesulitan untuk membangun kekuatan yang besar, maka tidak heran bila kekuasaan puncak Islam itu dapat dikuasai Kristen.

BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH BANI AHMAR DAN KEHANCURAN ISLAM DI SPANYOL

A. Pemerintahan Bani (al-Ahmar) di Granada(635-897 H/1237-1492 M)

Setelah kekuasaan orang-orang al-Muwahhidun di Andalusia melemah, pemerintahan ini kembali terpecah-pecah menjadi pemerintahan-pemerintahan kecil yang lemah dan saling bertikai. Maka, semakin keraslah tekanan orang-orang Nasrani terhadap kaum muslimin. Lalu, muncul pada masa ini Abu Abdullah Muhammad bin Yusuf dari Bani Nashruddin (635-671 H) dan berhasil menguasai Granada.
Pada masa ini kota-kota lain di Andalusia telah jatuh ke tangan orang-orang nasrani secara berturut-turut, dimulai dari Cordova, Valensia, Daniah, Jiyan, Syatibah, Sevilla, Marasiyah, dan sebagainya pada tahun 633-665 H. Kota-kota ini jatuh ke tangan Nasrani kecuali Granada yang masih dikuasai oleh kaum muslimin
Muhammad bin Ahmar memperoleh kemenangan besar atas pasukan Ferdinand III raja Castilla. Lalu. Pada Periode Keenam Muslim Andalusia kembali mempunyai kekuasaan di Granada, pada saat itu Islam sangat dikenal dengan kemajuannya dengan Al-Hambranya yang begitu megah, meskipun secara garis politik maupun geografis Islam hanya menguasai sebagian kecil dari daerah Andalusia yang begitu cukup luas. Akan tetapi setidaknhya Islam masih mempunyai taring dan nyali yang kuat menjadi salah satu penguasa di Andalusia, meskipun tak lama kemudian Islam luluh lantah atas serangan orang-orang Kristen.
Bani Ahmar-lah sebagai penguasa penghujung kekuasaan Islam di Andalusia, kerajaan kecil ini mempunyai nyali yang besar untuk membuktikan pada sejarah bahwa ia emb berkembang meski dengan wilayah yang sangat kecil yang mereka kuasai. Berdirinya al-Hambra membuat sejarah tak emb mengabaikan dan membiarkan Bani Ahmar begitu saja dilupakan dan diabaikan. Sejarah ternyata tak benar-benar buta untuk menuliskan kemegahan dan keindahan al-Hambra, hingga pada akhirnya cerita dan catatan tentang Bani Ahmar dan al-Hambra dapat kita nikmati sampai saat ini.
Berkenaan dengan Istana al-Hambra yang monomintal itu, istana tersebut didirikan selama 120 tahun yaitu sejak tahun 1238-1358 M. Berkenaan dengan penamaan Istana dan kerajaan megah tersebut sebenarnya berwal dari bangunannya yang serba merah baik dari ubin-ubinnya, batu batanya, penghias dindingnya, serta keramiknya-pun banyak yang berwarna merah. Kata Ahmar berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti merah, termasuk kata al-Hambara-pun berasal dari kata tersebut. Sehingga dinasti tersebut jika dilihat dari arti bahasa Indonesia berarti Dinasti yang Merah. Akan tetapi ada yang berpendapat bahwa penamaan al-Ahmar berasal dari nama pendirinya yaitu al-Ahmar.
Dinasti ini didirikan oleh Bani Ahmar, sebuah kelompok kesukuan yang berasal dari Afrika Utara, sering juga dikenal dengan sebutan Bansa Moor. Kerajaan ini didirikan oleh Sultan Muhammad  bin Al-Ahmar atau Bani Nasr, disebut-sebut sebagai keturunan Sa’id bin Ubaidah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW. Kerajaan ini berkuasa dari 1232-1492 M, disebuah bukit La Sabica, Granada, Spanyol.
Kerajaan ini dengan begitu cepatnya berkembang dan menjadi kerajaan terkenal dari yang mulanya hanya kerajaan kecil saja. Keadaan ini bukan hanya ditopang dengan kegigihan pemimpinnya akan tetapi juga didukung oleh kondisi geografis yang strategis dan indah. Karena keberadaannya ada di atas bukit dengan ketinggian lebih kurang 150 m, sehingga membuat musuh kesulitan menuju daerah tersebut.
1.      Pengkhianatan penguasa
Perlu dicatat di sini tentang pengkhianatan besar yang dilakukan oleh penguasa terakhir Granada, yaitu abu Abdullah Muhammad bin ali (892-897 H). ia berkhianat terhadap negeri dan rakyatnya, ketika menggabungkan pasukannya ke dalam pasukan Ferdinand lalu berperang bersama mereka. Sehingga, Ferdinand memperoleh kemenangan dan menguasai Granada. Pengkhianat ini lalu mengirimkan utusan untuk menyampaikam selamat kepadanya. Namun, Ferdinand menyerangnya dan merampas semua kekayaannya. Maka, akhirnya dia pergi ke afrika dan hidup sebagai peminta-minta.
Pemerintahan utsmaniyah yang telah sampai pada puncak kekuatannya pada saat itu, sebenarnya berkeinginan menolong saudara-saudara mereka di maroko dan Andalusia. Maka, mereka mendatangi eropa. Namun saying, kelemahan disana telah sampai kepada titik terendahnya. Orang-orang utsmaniyah berhasil menaklukan garis depan lautan dan daratan di negeri maroko. Namun, sebagian pemimpin-pemimpin kaum muslimin berdiri menghadapi dan menyerang mereka.
Maka, dengan jatuhnya Granada ke tangan orang-orang nasrani, Andalusia kemudian lepas selamanya dari tangan kaum muslimin, padahal sebenarnya Granada merupakan benteng terakhir bagi mereka. Setelah itu orang-orang nasrani mulai melakukan pemusnahan terhadap kaum muslimin dan melancarkan program kristenisasi untuk menghilangkan peradaban islam yang telah berlangsung selama delapan abad di Andalusia.

B.Kemajuan-Kemajuan Bani Ahmar

Kerajaan ini dikenal dengan bangunan istananya yang begitu megah, al-Hambra menjadi satu-satunya perhatian public atas adanya Dinasti Bani Ahmar. Memang ini bukan satu-satunya pencapaian yang telah dicapai oleh Bani Ahmar di Granada Spanyol. Raja-raja Bani Ahmar bukan hanya memerhatikan Istana untuk dibangun terus menjadi indah, akan tetapi mereka juga sangat memerhatikan kemakmuran rakyatnya dengan cara memerhatikan bidang pertanian rakyat dan roda perniagaan.
Secara implisit penggambaran al-Hambra, Istana ini dilengkapi dengan taman mitra, semacam pohon murtuscommunis dan bunga-bunga yang indah, dan juga dilengkapi dengan taman singa. Taman ini juga dikelilingi sebanyak 128 tiang yang terbuat dari marmer. Di taman ini pula terdapat kolam air mancur yang dihiasi dengan 12 pantung singa yang setiap mulut singa tersbut mengalirkan air. Dalam taman ini juga terdiri dari beberapa bangunan indah yang masing-masing mempunyai beberapa ruangan yang mempunyai beberapa fungsi. Salah satunya adalah rungan al-Hukmi (Baitul Hukmi), sebuah ruangan pengadilan yang mempunyai luas 15 m x 15 m, dibangun oleh Sultan Yusuf I (1334-1354). Kedua, ruangan Bani Siraj (Baitul Bani Siraj), yaitu tempat Galeri yang didalamnya terdapat banyak kaligrafi Arab. Banguan ini mempunyai luas bangunan 6,25 m x 6,25 m dengan bentuk bujur sangkar yang indah. Ketiga, Ruangan Bersiram (Hausy al-Raihan), ruangan ini berukuran 36,6 m x 6,25 m, terdapat kolam diposisi tengahnya dan lantainya terbuat dari marmer putih. Luas kolam ini 33,50 m x 4,40 m dengan kedalaman 1,5 m, yang di ujungnya terdapat teras serta deretan tiang dari marmer. Keempat, Ruangan Dua Perempuan Bersaudra (Baitul al-Ukhtain), yaitu ruang yang khusus untuk dua orang bersaudara perempuan Sultan Al-Ahmar. Kelima, Ruangan Sultan (Baitul al-Mulk), dan masih ada banyak ruangan-ruangan lainnya seperti ruangan Duta, ruangan As-Safa’, ruangan Barkah, Ruangan Peristirahatan sultan dan permaisuri di sebelah utara ruangan ini ada sebuah masjid yakni Masjid Al-Mulk.
 Istana merah ini dikelilingi oleh benteng dengan plesteran yang berwarna kemrah-merahan, kemudian dibagian luarnya dihiasi dengan pilar-pilar penyangga yang indah. Pada setiap dinding al-Hambra banyak dihiasi dengan kaligrafi Arab dengan ukiran yang menakjupkan dan tak tertandingi kala itu. Kala kejayaannya istana ini dilengkapi dengan barang-barang berharga seperti halnya barang-barang yang terbuat dari logam mulia, perak, dan permadani-permadani yang indah.
Selain kemajuan dalam bidang arsitektur, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas tentang penggambaran al-Hambra, kemajuan dalam bidang keilmuan juga berkembang pesat kala itu, hal ini ditandai dengan lahirnya ilmuan-ilmuan ternama seperti Ibnu Bathutah (134-1377 M) yang sangat terkenal sebagai sejarawan ulung, tak luput pula dari catatan sejarah adalah Ibnu Alhatif (1317-1374 M) yang juga banyak menulis tentang tokoh-tokoh penting di Granada. Selain itu Histograf ternama pula pernah singgah di Granada, sekalipun ia tak begitu lama disana, yaitu  Ibnu Khaldun (1332 M). Dia dilahirkan di Tunisia, Spanyol, akan tetapi setelah tahun 1375 M ia hijrah ke Granada, dan meskipun tak lama kemudian ia pindah ke Mesir karena situasi politik di Granada yang sedang carut marut. 

C. Penyebab kemunduran islam di Spayol


1.      Konflik islam dengan Kristen
Para penguasa muslim tidak melakukan islamisasi secara sempurna. Mereka sudah merasa puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan embe dan adat mereka, termasuk posisi hirarki tradisional, asal tidak ada perlawanan bersenjata. Namun demikian, kehadiran arab islam telah memperkuat rasa kebangsaan orang-orang spanyol Kristen. Hal itu menyebabkan kehidupan Negara islam di spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara islam dan Kristen. Pada abad ke-II M umat Kristen memperoleh kemajuan pesat, sementara umat islam sedang mengalami kemunduran.
2.      Tidak adanya ideology pemersatu
Kalau di tempat-tempat lain, para mukallaf diperlakukan sebagai orang islam yang sederajat, di  spanyol, sebagaimana politik yang dijalankan bani umayyah di damaskus, orang-orang arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi. Setidak-tidaknya sampai abad ke-10 M, mereka masih ember istilah ‘ibad dan muwalladun kepada mukallaf itu, suatu ungkapan yang dinilai merendahkan. Akibatnya, kelompok-kelompok etnis non-arab yang ada sering menggerogoti dan merusak perdamaian. Hal itu mendatangkan dampak besar terhadap sejarah sosio-ekonomi negeri tersebut.
3.      Kesulitan ekonomi
Di paruh kedua masa islam di spanyol, para penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat “serius”, sehingga lalai membina perekonomian. Akibatnya timbul kesulitan ekonomi yang amat memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer.[1]
4.      Tidak jelasnya system peralihan kekuasaan
Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan di antara ahli waris. Bahkan, karena inilah kekuasaan bani umayyah runtuh dan muluk at-tawaif muncul. Granada yang merupakan pusat kekuasaan islam terakhir di spanyol jatuh ketangan Ferdinand dan Isabella, diantaranya juga disebabkan permasalahan ini.
5.      Keterpencilan
Spanyol islam bagaikan terpencil dari dunia islam yang lain. Ia selalu berjuag sendiri, tanpa mendapat bantuan kecuali dari afrika utara. Dengan demikian, tidak ada kekuatan alternative yang mampu membendung kebangkitan Kristen disana.





D. Kehancuran Bani Ahmar

Bermula dari konflik internal dalam kerajaan yang kemudian masalah ini menjadi awal kehancuran kekuasaan Bani Ahmar di Granada, Spanyol dan harus merelakan kekuasaannya diambil alih oleh pihak Kristen. Setelah 2,5 abad berkuasa, dalam internal kerajaan terjadi perselisihan dan perebutan kekuasaan diantara petinggi-petinggi kerajaan. Silang sengketa ini kemudian menjadi candu dan meracuni kerajaan yang sedang berjaya itu. Keadaan ini kemudian menjadi penyebab lemahnya kondisi internal kerajaan.
Sengketa perebutan kekuasaan yang kemudian menjadi penyebab utama kehancuran Dinasti Bani Ahmar yaitu ketika Abu Abdullah Muhammad merasa tidak senang kepada ayahnya yang tidak menunjuknya menjadi penggantinya. Abu Abdullah ini kemudian memberontak dan berusaha merampas kekuasaan, waktu itu ayahnya terbunuh, akan tetapi kepeminpinannya malah digantikan oleh Muhammad ibn Sa’ad. Keadaan ini menambah geram Abu Abdullah Muhammad untuk terus berusaha menguasai kerajaan, hingga akhirnya dia meminta bantuan kepada raja Ferdinand dan Isabella. Hingga akhirnya kedua kerajaan ini membantu Abu Abdullah dan dapat mengalahkan Muhammad ibn Sa’ad, yang kemudian Abu Abdullah Muhammad menjadi penggantinya.
Disuatu waktu kemudian dua kerajaan Kristen tersebut menjadi satu dengan adanya hubungan perkawinan antara perkawinan Karel/Ferdinand V (L. 1452-W. 1516) dari Aragon menikah dengan Henry IV yaitu Ratu Isabella (L. 1451-W. 1504) dari Castille dan Leon. Sehingga dua kerajaan Kristen ini menjadi satu kesatuan kekuatan yang sulit ditandingi. Selain itu, melihat kondisi kerajaan Islam yang sudah mulai melemah dan merapuh membuat orang-orang Kristen ini berkkeinginan untuk merebut kekuasaan Islam. Tanpa disangka-sangka oleh Raja Abu Abdullah Muhammad, kerajaan yang pernah ia pintai bantuannya malah menyerang kekuasaannya sendiri.
Raja Ferdinand V mengepung Granada selama tujuh bulan dimulai sejak tahun 1492 M. bahkan sebelum itu Raja Ferdinand telah menguasai sektor-sektor penting di Spanyol, seperti halnya Malaga sebuah pelabuhan terkuat di Spanyol, Guadix, Almunicar, Baranicar, dan Almeria.
Kekuatan yang mulai melemah dikubuh Bani Ahmar atas serangan Raja Ferdinand dan Ratu Isabella memaksa Abu Abullah Muhammad harus rela kekuasaannya direbut orang-orang Kristen tersebut. Kemudian pada tanggal 2 Januari 1492 M/ 2 Rabiul Awwal 898 H. Granada terpaksa takluk dan menyerah kepada musuh. Keberhasilan Raja Ferdinand V dan Isabellah membuat Paus Alexander VI pada tahun 1494 memberi gelar Raja dan Ratu sebagai “Catholic Monarch” atau “Los Reyes Catolicos” atau Raja Katolik.
Kekuasaan kerajaan Kristen ini membuat orang-orang Islam-pun tersiksa dan dipaksa keluar dari tanah sepanyol, kecuali mereka memeluk agama Kristen Katolik, hal senada-pun dirasakan oleh orang-orang Yahudi. Sejak Islam berkuasa orang-orang Yahudi dibiarkan untuk hidup damai dengan orang Islam dan tetap diberi kebebasan untuk menjalankan ajaran agamanya. Akan tetapi tidak pada masa Kerajaan Kristen, mereka diusir jika masih memeluk agama selain agama Kristen Katolik.
Tidak hanya itu, kemajuan-kemajuan yang pernah dicapai oleh ummat Islam seperti halnya perpustakaan ikut dibumi hanguskan. Al-Hambra yang indah itu dibiarkan mengusam dan tak terawat dan dijadikan sebagai Istana Kristen. Masjid Kordoba yang megah didirikan oleh Sultan Abu Yusuf Al-Muwahhid pada tahun 785 M. dialih-fungsikan menjadi Gereja Santa Maria de la Sede.
Sehingga dengan berakhirnya kekuasaan Bani Ahmar berakhir pula kekuasaan Islam di Spanyol yang telah berkuasan sejak delapan abad sebelumnya yang telah berkuasa dari Kordoba sampai Granada.

BAB III
PENUTUP

“Tidak ada gedung yang tak retak” mungkin kalimat itu yang bisa menggambarkan kondisi kekuasaan Islam di Spanyol secara umum dan Granada khususnya. Sejak Islam berkuasa di Kordoba kemudia dengan kegigihannya sampai dapat pula menguasai Granada dengan waktu kekuasaan yang relative lama. Tapi pada akhirnya kekalahan-pun tak dapat ditepis, meski penyebabnya juga berawal dan bersal dari persoalan internal kerajaan itu sendiri.
Jika kita melihat kondisi dan penyebab kehanucaran Bani Ahmar bahwa egoisme, keangkuhan, dan amibisi kekuasaan akan menyebabkan kefatalan dan tidak bisa mengontrol diri.


DAFTAR PUSTAKA

-          Amstrong, Karen, Islam Sejarah Singkat, Terj. Fungky Kusnaedy Timur. Yogyakarta: Jendela. 2002.
-          Abdurrahman, Dudung. Sejarah Peradapan Islam : Dari Masa Klasik Hingga Masa Modern, Yogyakarta: Lesti. 2004
-          Boswort, C. E. The Islamic Dynasties, Terj. Ilyas Hasan. Bandung: Mizan. 1993

-          Hitti, Philip, K. History of the Arabs. Terj. R. Cecep Lukman Yasin, dkk. Cet. 1. Jakarta: Serambi. 2006

No comments:

Post a Comment